_Oleh: Wilson Lalengke_
LD Online - Jakarta – Wartawan jadi Kapolsek di Jawa Tengah, dewan pers heboh. Deddy Corbuzier tiba-tiba dapat pangkat melati dua dari TNI, dewan pers bingung. Intel jadi tukang bakso, dewan pers planga-plongo.
Itulah kondisi terkini yang terang-benderang dari lembaga dewan pers kebanggaan PWI bersama komprador dewan pers pecundang lainnya. Mereka terkejut melongo saat melihat seorang polisi yang selama ini menjalankan fungsi jurnalistik tetiba dilantik jadi Kapolsek.
"Beritanya baca di sini: Dewan Pers Surati PWI dan TVRI Minta Penjelasan Terkait Iptu Umbara (https://news.detik.com/berita/d-6461481/dewan-pers-surati-pwi-dan-tvri-minta-penjelasan-terkait-iptu-umbara)."
Apakah ada yang aneh? Tentunya sangat aneh. Tapi, yang sangat aneh itu dewan pers-nya.
Peran ganda dalam kehidupan sehari-hari adalah hal biasa. Bahkan menjalankan dua-tiga profesi sekaligus sah saja dilakukan oleh siapapun. Tidak hanya di Indonesia, tidak hanya polisi atau intel. Peran ganda juga sangat biasa terjadi di semua komunitas, profesi, dan negara di dunia ini.
Ada yang dilakukan secara terang-terangan. Ada yang diperankan dengan kondisi-kondisi tertentu. Maksud dan tujuan biasanya menjadi pertimbangan utama dalam melakonkan peran ganda dalam kehidupan sehari-hari.
Kerja-kerja jurnalisme teramat sering digunakan oleh para pihak tertentu dalam melakukan tugas-tugas utamanya. Terutama oleh aparat, baik pemerintah maupun swasta. Fungsi intelijen yang berhimpitan erat dengan kegiatan kewartawanan menjadikan dunia jurnalistik banyak digunakan sebagai wahana mengerjakan tugas bagi seorang intel.
Banyak intelijen asing masuk ke sebuah negara, termasuk Indonesia, dalam format uniform wartawan sebagai peran penyaru (penyamaran). Sebagian mereka datang dalam misi pendidikan, sosial, dan keagamaan. Baju mereka senantiasa disesuaikan dengan format yang ingin diperankan. Semua dilakukan dalam rangka memuluskan misi utama sesuai penugasannya.
Agar peran penyaru dapat dilaksanakan dengan baik, setiap intel pasti dibekali dengan kemampuan yang dituntut oleh kerja-kerja penyamaran. Bahkan, jika dia harus menyaru sebagai orang gila, maka sang intel perlu berlatih sebagai orang gila. Semua ini dilakukan, sekali lagi, dalam rangka mencapai hasil maksimal dari misi utama yang diembannya.
Iptu Umbara, Polisi yang dipersoalkan dewan pers itu, adalah contoh bagus keberhasilan seorang intel. Sangat mungkin, karena prestasinya dalam menjalankan tugas-tugas kewartawanan itu dia diganjar jabatan oleh institusinya. Semoga ini menjadi inspirasi bagi setiap orang yang mengemban tugas intelijen.
Apakah dewan pers punya hak untuk mempersoalkan kerja-kerja jurnalistik seorang Iptu Umbara yang kini jadi Kapolsek Kradenan Blora? Mengapa perlu mempersoalkan kemampuan kewartawanan seorang Polisi Umbara? Adakah aturan di perundang-undangan yang dilanggar yang bersangkutan?
Saran saya dewan pers semestinya segera siuman dan pingsan-nya. Baca UU Pers Nomor 40 tahu1999. Tugasmu adalah mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers. Bukan mempersoalkan seorang intel menjadi wartawan. Apalagi mempersoalkan Iptu Umbara terkait uka-uka dewan pers yang illegal itu. (Red)
0 Komentar